Perspektif atau Pandangan dari Ilmu Sosiologi

Perspektif merupakan suatu kumpulan asumsi maupun keyakinan tentang sesuatu hal. Dengan perspektif orang akan memandang sesuatu hal berdasarkan cara-c
Perspektif dalam Sosiologi
Perspektif dalam Sosiologi

Perspektif merupakan suatu kumpulan asumsi maupun keyakinan tentang sesuatu hal. Dengan perspektif orang akan memandang sesuatu hal berdasarkan cara-cara tertentu. Cara-cara tersebut berhubungan dengan asumsi dasar, unsur-unsur pembentuknya, dan ruang lingkup apa yang dipandangnya. Konteks sosiologi juga memiliki perspektif yang memandang proses sosial berdasarkan pada sekumpulan asumsi nilai, dan gagasan yang melingkupi proses yang terjadi. Berikut ini beberapa perspektif di dalam sosiologi.

1. Perspektif Evolusionis

Perspektif evolusionis merupakan perspektif teoretis yang paling awal dalam sosiologi. Perspektif ini memberikan keterangan tentang bagaimana masyarakat manusia berkembang dan tumbuh. Para sosiolog memakai perspektif ini untuk mencari pola perubahan dan perkembangan yang muncul dalam masyarakat yang berbeda. Pola inilah yang digunakan untuk mengetahui apakah ada urutan umum yang dapat ditemukan.

2. Perspektif Fungsionalis

Perspektif fungsionalis melihat suatu masyarakat sebagai suatu jaringan kelompok yang bekerja sama secara terorganisasi berdasarkan seperangkat peraturan dan nilai yang dianut oleh sebagian besar masyarakat tersebut. Masyarakat dipandang mempunyai kecenderungan untuk mempertahankan sistem kerja yang selaras dan seimbang. Dengan demikian menurut pandangan perspektif ini, setiap kelompok atau lembaga melaksanakan tugas tertentu secara terus-menerus, karena hal itu fungsional. Sehingga, pola perilaku timbul karena secara fungsional bermanfaat dan apabila kebutuhan itu berubah, pola itu akan hilang atau berubah. Hal ini juga berarti bahwa perubahan sosial akan mengganggu keseimbangan masyarakat yang stabil tersebut. Namun tidak lama kemudian akan tercipta kembali keseimbangan. Perspektif ini lebih menekankan pada keteraturan dan stabilitas dalam masyarakat. Lembaga- lembaga sosial seperti keluarga, pendidikan, dan agama dianalisis dalam bentuk bagaimana lembaga-lembaga itu membantu mencukupi kebutuhan masyarakat. Ini berarti lembaga- lembaga itu dalam analisis ini dilihat seberapa jauh peranannya dalam memelihara stabilitas masyarakat.

Beberapa sosiolog pendukung perspektif ini adalah Talcott Parsons, Kingsley Davis, dan Robert K. Merton. Seorang antropolog yang juga sangat mendukung perspektif ini, bahkan dapat dikatakan sebagai pelopornya adalah Bronislaw Malinowsky (Polandia).

3. Perspektif Interaksionisme

Perspektif ini cenderung menolak anggapan bahwa fakta sosial adalah sesuatu yang determinan terhadap fakta sosial yang lain. Bagi perspektif ini, orang sebagai makhluk hidup diyakini mempunyai perasaan dan pikiran. Dengan perasaan dan pikiran orang mempunyai kemampuan untuk memberi makna terhadap situasi yang ditemui, dan mampu bertingkah laku sesuai dengan interpretasinya sendiri. Sikap dan tindakan orang tidak dipaksa oleh struktur yang berada di luarnya (yang membingkainya) serta tidak semata-mata ditentukan oleh masyarakat. Jadi, orang dianggap bukan hanya mempunyai kemampuan mempelajari, memahami, dan melaksanakan nilai dan norma masyarakatnya, melainkan juga bisa menemukan, menciptakan, serta membuat nilai dan norma sosial (yang sebagian benar-benar baru). Karena itu orang dapat membuat. menafsirkan, merencanakan, dan mengontrol lingkungannya. Singkatnya, perspektif ini memusatkan perhatian pada interaksi antara individu dengan Kelompok, terutama dengan menggunakan simbol-simbol, antara lain tanda, isyarat, dan kata- kata, baik lisan maupun tulisan. Atau dengan kata lain perspektif ini meyakini bahwa orang dapat berkreasi, menggunakan, dan berkomunikasi melalui simbol-simbol. Tokoh-tokoh yang terkenal sebagai penganut perspektif ini adalah George Herbert Mead dan W.I. Thomas.

4. Perspektif Konflik

Perspektif ini melihat masyarakat sebagai sesuatu yang selalu berubah, terutama sebagai akibat dari dinamika pemegang kekuasaan yang terus berusaha memelihara dan meningkatkan posisinya. Perspektif ini beranggapan bahwa kelompok-kelompok tersebut mempunyai tujuan sendiri yang beragam dan tidak pernah terintegrasi. Dalam mencapai tujuannya, suatu kelompok Seringkali harus mengorbankan kelompok lain. Karena itu konflik selalu muncul, dan kelompok yang tergolong kuat setiap saat selalu berusaha meningkatkan posisinya dan memelihara dominasinya. Čiri lain dari perspektif ini adalah cenderung memandang nilai dan moral sebagai asionalisasi untuk keberadaan kelompok yang berkuasa. Dengan demikian kekuasaan tidak lekat dalam diri individu, tetapi pada posisi orang dalam masyarakat. Pandangan ini juga menekankan bahwa fakta sosial adalah bagian dari masyarakat dan eksternal dari sifat-sifat individual.


Terimakasih Semoga bermanfaat !!

Baca Juga : Cabang-Cabang Atau Turunan Ilmu dari Ilmu Sosiologi

About the Author

Rudi Kilam merupakan seorang terpelajar yang mempunyai keinginan dan memiliki minat menulis sebuah artikel terkait dengan pengetahuan umum.
Cookie Consent
We serve cookies on this site to analyze traffic, remember your preferences, and optimize your experience.
Oops!
It seems there is something wrong with your internet connection. Please connect to the internet and start browsing again.
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.